PENTINGNYA DETEKSI DINI THALASSEMIA PADA BUAH HATI
- MRC FK UHO
- 24 Mei 2019
- 2 menit membaca
Oleh : Mu'afif Nur Abdillah
Kajian Ilmiah Tematik dalam Hari Thalasemia Seduia 2019

Thalassemia merupakan kelainan genetik pada susunan asam amino pembentuk satu atau lebih rantai globin pada hemoglobin sel darah merah.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki penduduk pembawa gen thalasemia, dimana frekuensi pembawa thalasemia di Indonesia adalah sekitar 3–8%. Artinya bahwa 3–8 dari 100 penduduk merupakan pembawa gen thalasemia, dan jika angka kelahiran rata-rata 23% pada jumlah populasi penduduk sebanyak 240 juta, maka diperkirakan akan lahir 3.000 bayi pembawa gen thalasemia tiap tahunnya.
Data Pusat Thalassemia, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FKUI-RSCM, sampai dengan bulan mei 2014 terdapat 1.723 pasien dengan rentang usia terbanyak antara 11-14 tahun. Jumlah pasien baru terus meningkat hingga 75-100 orang/tahun, sedangkan usia tertua pasien hingga saat ini adalah 43 tahun. Beberapa pasien sudah berkeluarga dan dapat memiliki keturunan, bahkan diantaranya sudah lulus menjadi sarjana. Penelitian oleh Wahidiyat I pada tahun 1979 melaporkan usia angka harapan hidup pasien thalassemia rerata hanya dapat mencapai 8-10 tahun.
Komplikasi seperti gagal jantung, gangguan pertumbuhan, keterlambatan pertumbuhan tanda pubertas akibat gangguan hormonal, dan lainnya umumnya muncul pada awal dekade kedua, tetapi dengan tata laksana yang adekuat/optimal usia mereka dapat mencapai dekade ketiga bahkan keempat. Karena data dan fakta diatas semualah mengapa pentingnya deteksi dini thalassemia padabuah hati agar bisa segera ditangani ataupun diobati.
Nah bagaimana cara skrining penyakit Thalassemia? Berikut penjelasannya
Saat ini pemeriksaan penunjang yang menjadi baku emas di dunia untuk mendeteksi adanya kelebihan besi di jantung dan hati menggunakan magnetic resonance imaging (MRI) dengan program T2*. Sayangnya pemeriksaan ini baru tersedia di Jakarta saja. Timbunan besi di jantung dan hati tidak berkorelasi baik dengan kadar feritin serum, sehingga sering kali pasien dengan kadar feritin serum di bawah 2500 ng/mL, telah mempunyai banyak timbunan besi di jantung dengan nilai MRI T2* < 20 millisecond (ms), atau nilai MRI T2* hati < 6,3 ms. Pemeriksaan penunjang lainnya yang cukup mahal adalah pemeriksaan kadar hormon, dan tidak semua laboratorium rumah sakit di daerah mempunyai pemeriksaan penunjang ini. Walaupun tersedia, apakah harga pemeriksaannya dapat dibayar dengan asuransi yang ada? Setelah itu,bila sudah ada hasilnya apakah semua rumah sakit mampu menyediakan dan memberikan obat yang dibutuhkan pasien dalam jumlah yang cukup/adekuat?
Transfusi darah dan pemakaian obat-obatan seumur hidup sering menimbulkan rasa jenuh, bosan berobat, belum lagi adanya perubahanfisik, merasa berbedadengan saudara atau teman-temannya akan menyebabkan rasa inferior diri. Mereka sering putus sekolah dan tidak mendapatkan pekerjaan sehingga menimbulkan efek psikososial yang sangat berat.
Penyakit thalassemia memang belum dapat disembuhkan, namun merupakan penyakit ini merupakan penyakit yang dapat dicegah, yaitu dengan melakukan skrining pre dan retrospektif. Sayangnya skrining ini belum menjadi prioritas pemerintah. Dengan melakukan skrining, akan banyak biaya yang dapat dihemat pada 10-20 tahun mendatang dan bisa dipakai dibidang lainnya.
Daftar Pustaka
1. Gallanello R, Origa R. Beta-thalassemia. Orphanet Jounal of Rare Disease. 2010;5(11):1-15.
2. Bulan, S. (2009). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup anak thalasemia beta
3. Republik Indonesia,. Keputusan menteri kesehatan republik indonesia Nomor hk.01.07/menkes/1/2018 tentang pedoman nasionalpelayanan Kedokteran tatalaksana thalassemia
4. Wahidayat, I., Penelitian thalassemia di Jakarta. Di tesis, 1979.
Comments